BREAKING NEWS
Yuk Kita Baca Info Terbaru Disini
Loading...

No Mercy | M. Yusuf | Triple A Films & Movie Studio Bali

Yang Ketu7uh, Film Dokumenter ‘Pertempuran’ Jokowi Vs Prabowo | 25 September 2014

sinopsis

 OFFICIAL :


Twitter :




Nita, 60 tahun, harus menghidupi lima orang anaknya, setelah sang suami meninggal dunia pada tahun 2003.  Karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, ia akhirnya hanya bisa bekerja sebagai buruh cuci dan asisten rumah tangga di Tangerang, Banten. Ada dua prioritas dalam hidupnya: memenuhi kebutuhan sembako keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.  Untuk itu tak jarang ia harus berutang demi memenuhi kebutuhan.  Tercatat sebagai salah satu penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), Nita mengaku BLT bukanlah jawaban untuk dirinya, karena jumlah BLT yang tak sepadan dibanding harga kebutuhan sehari-hari.
Lain Nita, lain pula Amin Jalalen, seorang petani penggarap tanah milik negara yang berdomisili di Indramayu, Jawa Barat.  Sudah beberapa tahun belakangan ini ia terpaksa memberanikan diri menggarap tanah milik negara untuk menyambung hidup.  Tapi Amin tak menggarap lahan milik negara dengan cuma-cuma.  Ia harus membayar sewa tanah.  Suatu aturan yang terus ia pertanyakan, karena menurutnya sistem sewa tanah tak sesuai dengan Undang-undang Dasar yang mengamanatkan kekayaan alam harus sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.
Sementara itu di Jakarta, Suparno dan Sutara punya masalahnya sendiri.  Bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan tukang ojek, Suparno dan Sutara harus tinggal di rumah yang jauh dari layak.  Mereka menghuni kawasan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, dengan total populasi 49.150,17 Jiwa/Km2.  Suparno dan Sutara hanya mampu mendiami rumah dengan ukuran 6,65 meter persegi.  Cukup tak cukup, dengan rumah seluas itu, Sutara harus berbagi ruang dengan 5 orang anak dan istrinya.  Karena keterbatasan lahan, tak ada kamar mandi atau WC di rumah mereka.  Hanya tersedia satu bangunan MCK umum di sana.  Hidup serba terbatas, mandi dan berkemih di depan rumah sudah menjadi sesuatu yang biasa dan normal bagi warga Tanah Tinggi.  Situasi semakin pelik ketika satu-satunya MCK umum di wilayah itu terancam digusur.
Keempat tokoh ini akhirnya bertemu di ajang pemilu legislatif dan pemilu presiden.  Mereka dipertemukan melalui kesamaan status sebagai voter, atau pemilih.  Sebagai pemilih, mereka membawa harapan ke bilik suara.  Mereka mempercayakan masa depan melalui hak pilih yang mereka miliki, dengan harapan anggota dewan dan presiden yang ketujuh yang dipilihnya bisa membawa perubahan.
Cerita keempat tokoh ini dibingkai oleh gambar perjalanan proses pemilu di Indonesia 2014, mulai dari kampanye partai menjelang pemilu legislatif, sampai hingar-bingar gelaran pemilu presiden yang akhirnya dimenangkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Dikerjakan oleh 19 videografer, film ini mengikuti keseharian para tokoh jauh-jauh hari sebelum gelaran Pemilu. Lantas siapa presiden pilihan Nita, Amin Jalalen, Suparno, dan Sutara? Apa harapan dan pesan dari mereka untuk Presiden Yang Ketujuh Indonesia?

0 Response to "Yang Ketu7uh, Film Dokumenter ‘Pertempuran’ Jokowi Vs Prabowo | 25 September 2014"

Posting Komentar

Pasang Iklan Banner Murah Di Website
Bayar dengan PayPal

COOPERATION WITH : Kitara Film

Cooperation With : Kitara Film

COOPERATION WITH : Movie Cirebon

Cooperation With : Movie Mania Cirebon
Boleh Copy Paste , Harus Disertai Sumber. Gambar tema oleh 4x6. Diberdayakan oleh Blogger.
Blogger Reporter Indonesia